Kesehatan Ibu

Tips Mengatasi Burnout Syndrome!

Tips Mengatasi Burnout Syndrome!
FOTO: Freepik

Moms, sering kali kita merasakan lelah berlebihan atau istilah kerennya burnout syndrome. Padahal, rasanya kita nggak melakukan pekerjaan fisik yang berat. Bahkan untuk melakukan pekerjaan yang ringan pun rasanya susah menggerakkan tangan.

Kenapa bisa begitu ya? Burnout coach yang juga seorang  penulis dan psikolog asal Inggris, Anna Katharina Schaffner, PhD., menjelaskan secara sederhana tentang  burnout syndrome dan cara mengatasinya, seperti dilansir theguardian.com

Anna mengatakan, kelelahan berkepanjangan jika nggak segera diatasi akan membahayakan kesehatan mental seseorang. Pasalnya, kita membutuhkan energi yang besar untuk beraktivitas setiap hari. Sementara burnout syndrome jelas menguras seluruh energi manusia.

Efeknya pun sangat negatif, karena seseorang akan mengalami beban mental seperti perubahan emosional, merasa terasing atau kesepian. Perubahan emosional ini diikuti dengan sikap mudah marah, tersinggung, tertekan hingga depresi.

Rasanya beban hidup terasa semakin berat dari hari ke hari. Nggak enak kan punya perasaan seperti ini, Moms? Lalu apa yang harus kita lakukan?

Ciptakan suasana saling menghargai

"Sebagai burnout coach, saya sering menemukan penyebab utama burnout syndrome adalah karena tidak pernah dihargai," kata Anna Katharina Schaffner. 

Dikatakannya, jika seseorang tidak memberi atau menerima apresiasi di kantor, maka peluang mengalami kelelahan bisa meningkat sebesar 45 persen dan 48 persen. Gawat kan, ya.

Menurut studi OC Tanner Institute pada tahun 2019, jika tidak pernah menghargai dan dihargai dalam dunia kerja, maka akan memicu sindrom kelelahan ini.

Tapi sebaliknya, jika kedua belah pihak saling menghormati dan memberikan apresiasi, maka sikap baik ini akan meningkatkan energi positif.

Kuncinya adalah perspektif

Kita mungkin berpikir dunia ini terlalu melelahkan. Survei Deloitte Wellbeing pada tahun 2023 menemukan, separuh pekerja Inggris dan Amerika menyatakan mereka sering mengalami kelelahan hingga jatuh terpuruk ke situasi depresi.

Namun perlu diingat, bukan hanya satu generasi yang berjuang melawan rasa lelah. Pada abad pertengahan, kelelahan disebut acedia yaitu, rasa tidak enak badan hingga mati rasa. Efeknya muncul sikap apatis, pesimis, dan tidak tahu diri.

Para sarjana Renaisans mengaitkan rasa lelah dengan aktivitas ilmiah serta keselarasan bumi dan planet lain di alam semesta.

Pada abad 19, gangguan mental tersebut merupakan gejala utama yang disebut neurasthenia. Yang didefinisikan sebagai kelemahan saraf dan dianggap sebagai konsekuensi dari pola hidup yang agresif.

Sebenarnya perasaan ini menandakan kalau kita hanyalah manusia biasa sebagaimana orang lainnya, jadi wajar atau manusiawi mengalami kelelahan. Tapi sayangnya, situasi  perasaan lelah ini kemudian menciptakan  ketakutan sendiri.  

Rutin melakukan hobi

Hobi akan meningkatkan hormon bahagia. Aktivitas ini dilakukan karena rasa suka, jadi nggak butuh pengakuan siapa pun. Lakukan semua yang disukai seperti berkebun, menari, fotografi, naik gunung atau apa saja yang menyenangkan hati untuk menjadi diri sendiri, saran Nick Petrie, seorang peneliti burnout syndrome.

Kelola pikiran buruk dengan baik

Sering kali pikiran buruk muncul dalam pikiran seseorang. Contohnya, suara-suara dalam pikiran yang menghakimi diri sendiri, seperti: "Kamu gendut! Makanya jadi orang jangan bodoh! Laki-laki kok pendek?"  Dan masih banyak lagi umpatan negatif pada diri sendiri.

Hati-hati Moms! Pikiran negatif seperti itu akan menguras energi kita dan jadi penyebab utama burnout syndrome. Jika pikiran buruk datang, segera alihkan dengan pikiran positif, ya.

Jawablah dengan lantang! saya akan memperbaikinya. Saya nggak bodoh, hanya butuh belajar lebih giat lagi. Saya kuat! Saya mencintai diri saya. Akan saya hadapi hidup dengan penuh semangat. 

Hitung biaya hidup kita

Dalam buku klasik populer berjudul Walden, yang ditulis seorang filsuf abad ke 19, Henry David Thoreau,  diperkenalkan gagasan menarik tentang "biaya hidup".

Intinya, biaya hidup bermakna jumlah waktu, energi, kesehatan, dan kebahagiaan mental yang akan kita korbankan untuk mencapai sebuah tujuan hidup.

Kebanyakan orang tidak pernah memikirkan hal ini sebelumnya. Karena banyak orang terlalu berambisi mengejar jabatan, status sosial, gaji besar, kemewahan dan ketenaran. Akibatnya, kesehatan mental dan hubungan baik demi ambisi dunia pun dikorbankan.

Untuk itu, perlu melakukan kontemplasi atau perenungan! Berapa banyak yang harus dibayar untuk sebuah ambisi? Apa sesungguhnya yang kita butuhkan dalam hidup ini?

Jika ternyata kita harus membayar tinggi untuk sebuah ambisi, maka cepatlah sadari dan lakukan penyesuaian. Utamakan waktu dan kesehatan daripada uang.

Belajar berkata tidak

Strategi paling sederhana tapi efektif untuk mengatasi situasi dilematis adalah dengan melihat komitmen diri sendiri. Tentukan skala prioritas. Pastikan mana yang lebih penting dan tidak penting buat hidup kita. Atau mana yang relevan atau bertentangan dengan nilai hidup pribadi.

Hal yang paling penting dari semua ini adalah, kesadaran untuk bertindak tegas pada komitmen sendiri, bukan bergantung pada keinginan orang lain.

Kita bisa berlatih dengan mulai mengatakan 'tidak' pada permintaan orang lain. Setelah itu, semua akan bertahap meningkat, hingga naik ke level bisa  merasa lebih percaya diri untuk menolak pada situasi yang lebih genting.  

 

Sumber:

https://www.theguardian.com/lifeandstyle/article/2024/jun/23/feeling-exhausted-heres-how-to-fight-the-weariness

0 Komentar :

Belum ada komentar.