Kesehatan Anak

Stop, Mitos Anak Laki-Laki Nangis Tanda Cengeng

Stop, Mitos Anak Laki-Laki Nangis Tanda Cengeng
FOTO: iStock

“Anak laki nggak pantes nangis!”

“Ingat, anak laki nggak boleh nangis!”

“Abang laki-laki, jangan nangis kayak adek perempuan ya.”

Benarkah anak laki-laki nggak boleh menangis karena itu menunjukkan kelemahannya? Apakah seorang Ibu yang memeluk anak lelakinya yang sedang menangis karena terluka, akan membuat si anak jadi lemah?

Dalam budaya masyarakat Asia, anak laki-laki menangis dianggap tabu. Boys don’t cry. Itu frasa yang sering kita dengar. Namun benarkah anak laki-laki pantang menangis? Memangnya salah?

Secara biologis, wanita memang lebih sering menangis dibanding pria. Ad Vingerhoets, Profesor Klinis (Emosi dan Kesejahteraan), Universitas Tilburg, Belanda, menghabiskan waktu 20 tahun untuk penelitiannya tentang menangis.

Menurutnya, hormon testosterone berperan dalam mengatur air mata emosional. Testosterone dikatakan menghambat air mata, sementara prolaktin, hormon yang ditemukan pada wanita justru mendorong tangisan.

Jadi bisa disimpulkan bahwa ada faktor biologis yang berperan pada pria, yang membuatnya menjadi lebih tangguh secara emosional, dan hormon mereka mendukung mereka untuk lebih sedikit menangis.

Secara fisiologisnya, ada juga pengaruh dari budaya kita untuk mencegah laki-laki menangis dan mengekspresikan emosi mereka.

Lantas, bijaksanakah melarang anak laki-laki menangis? Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi., Psikologi mengatakan, “Tidak baik jika anak laki-laki dilarang menangis, karena mereka juga punya hak untuk mengekspresikan emosi, termasuk menangis.”

Namun Vera juga menyarankan agar diterapkan tiga syarat yang berlaku juga untuk anak perempuan; bahwa dalam mengekspresikan emosi (apa pun bentuknya) anak tidak menyakiti diri sendiri, tidak menyakiti orang lain, dan tidak boleh merusak barang.

Ketika dia semakin besar, Moms juga bisa memberi anak-anak waktu untuk menenangkan dirinya. Kita bisa tanyakan berapa lama waktu yang dia butuhkan untuk menangis.

Atau kita yang tentukan dengan bilang, “nangisnya sampai jarum jam di angka 2 ya sayang. Setelah itu, Mama ingin kita bicara.” Atau kita juga bisa nemenin anak saat menangis sambil memeluknya.

Jika ada yang bertanya, apakah ada batasan usia kapan anak laki-laki boleh menangis? Maka jawabannya, tidak ada.

Namun diharapkan semakin besar, anak semakin paham bahwa ada hal-hal yang lebih baik atau penting untuk dilakukan, daripada berlama-lama menangis. Seperti berusaha mengatasi masalah dan bangkit lagi.

Sekarang, mari kita bahas mengapa orang tua harus membiarkan anak laki-lakinya menangis, dan bagaimana memendam perasaannya.  Sebab, memaksa mereka berhenti menangis, justru bisa merusak kepribadiannya.

Berikut ada tiga alasan kenapa anak laki-laki perlu dibiarkan menangis untuk melepaskan emosinya.

Menangis adalah respons alami terhadap rasa sakit

Menangis adalah respons alami manusia terhadap rasa sakit, frustasi, dan penderitaan. Kita menangis ketika meluapkan rasa sakit, baik fisik maupun emosi yang terlalu berat untuk ditahan.

Menangis membantu kita lebih tenang dan menerima kenyamanan yang diberikan oleh orang lain. Pernah Moms mengamati bagaimana anak-anak menahan nangis ketika masih ada orang lain, tetapi kemudian meledak ketika mereka sendirian atau hanya dengan pengasuhnya?

Itu karena mereka merasa lebih nyaman dan aman dengan orang yang mereka cintai, dan mereka bisa menjadi diri sendiri.

Menangis tidak hanya membantu mereka mengekspresikan diri, tetapi juga membantu mendapatkan perhatian yang mereka butuhkan.

Sejatinya, anak laki-laki memiliki emosi yang sama dengan anak perempuan.

Mengatakan kepada anak laki-laki untuk tidak menangis karena air mata hanya berlaku untuk anak perempuan, dapat membuat mereka tertekan secara emosi. Mereka jadi bingung dan tak paham bagaimana seharusnya mengekspresikan emosi yang benar.

Di sini orang tua bisa belajar untuk paham, bahwa mitos anak laki-laki nggak boleh cengeng itu harus dihentikan. Karena anak yang dipaksa harus menahan emosi, sebenarnya hanya memendamnya sementara dan dia nggak tahu bagaimana mengelolanya.

Karena selalu dipendam, akhirnya suatu saat nanti emosinya bisa meledak tak terkendali.

Anak yang diberitahu kalau nangis adalah tanda kelemahan, di kemudian hari bisa menjadi pribadi yang tidak mampu mengekspresikan emosi, karena takut penilaian dan tekanan harus tampil jantan dan kuat.

Efek jangka panjangnya adalah ketika menjadi orang tua, dia akan kesulitan mengelola emosinya sendiri. Padahal, dia diharapkan dapat mengajarkan anak-anaknya untuk menangani emosinya.

Anak laki-laki menangis selayaknya harus dipahami dan diperlakukan sebagai respons yang normal.

Menangis adalah mekanisme alami tubuh untuk menghadapi berbagai emosi yang kita semua rasakan sebagai manusia, terlepas dari jenis kelaminnya.

Kesimpulannya, jadi bukan hanya anak perempuan, tapi anak laki-laki juga boleh menangis, ya Moms.     

 

Sumber:

https://www.parentcircle.com/raising-boys-in-a-world-where-boys-dont-cry/article

https://www.parenting.co.id/balita/anak-laki-laki-yang-menangis-bukan-cemen-jangan-dilarang-

0 Komentar :

Belum ada komentar.