Inspirasi

Kunci Kebahagiaan Ada pada Rasa Bersyukur dan Menikmati Hidup

Kunci Kebahagiaan Ada pada Rasa Bersyukur dan Menikmati Hidup
FOTO: Freepik

Sejak kecil saya selalu punya impian besar, ingin mengubah dunia. Namun saat dewasa, saya malah tidak tahu bagaimana caranya, apalagi yang mesti saya lakukan dalam hidup ini.** 

Saya telah mencoba segalanya. Belajar di luar negeri, bekerja di perusahan terkenal, sukses dalam bidang bisnis online pribadi, sampai travelling kemana saja saya suka.

Anehnya, saya merasa hampa dan stuck di jalan buntu. Nggak benar-benar merasa puas atau damai, sampai saya membaca pesan penyair besar di abad ke-13 Masehi, Jalaluddin Rumi. “Kemarin saya pintar jadi ingin mengubah dunia. Hari ini saya bijaksana, jadi saya ingin mengubah diri sendiri.”

Saat itulah saya mulai memahami bahwa perubahan hidup yang saya cari selama ini, ternyata dimulai dari diri sendiri. Lakukan perubahan mulai dari dalam diri, nanti luarnya akan mengikuti dengan sendirinya.

Sebenarnya kita mampu menciptakan apa pun yang diinginkan, tapi terhalang dengan posisi sendiri dan tujuan yang diinginkan. Bukan soal waktu, uang atau keadaan, tapi diri sendiri yang menjadi hambatan terbesar.

Semakin cepat kita menyadari semua ini, semakin tahu kita harus belajar menerimanya, maka semakin cepat kita tahu bagaimana untuk mengubahnya. Saat itulah kita akan memahami pesan Rumi tentang makna hidup sebenarnya.

Berikut pelajaran hidup yang harus dipelajari sedini mungkin. Baca, renungkan dan lakukan perubahan! Saat mulai berjalan, ingatlah bahwa perubahan butuh waktu. Jadi berikan diri kita waktu untuk berkembang.

Seluruh hidup kita bisa berubah dalam sekejap

Dari pada hanya terbuai dalam kehampaan, mulailah untuk bersyukur. Lakukan kebaikan, apa pun itu wujudnya. Karena segala perbuatan baik akan kembali pada kita.

Ketika saya berusia 27 tahun, saya main sepeda dengan aksi terbang dan tiba-tiba jatuh pingsan. Ternyata tulang belakang saya patah dan ligamen utama di lutut robek.

Dalam sekejap hidup saya berubah drastis, dan terjadi lagi tragedi di tahun berikutnya. Awal tahun itu terjadi ledakan besar ketiga yang mengguncang Beirut, kota kelahiran saya di Lebanon. Insiden ini menyebabkan 200 orang kehilangan nyawa dan 300.000 kehilangan tempat tinggal. Saya bisa saja jadi salah satu dari mereka.

Dari pengalaman ini, manusia sering lupa bahwa kematian selalu menunggu di pelupuk mata, dia ada di ruang yang tidak bisa kita sentuh. Dalam sekejap mata, dia mengambil apa yang kita miliki, yaitu anugerah hidup.

Seluruh hidup manusia bisa berubah dalam sekejap. Jadi berhentilah meremehkan apa yang sudah dimiliki. Sebaliknya, bersyukur dan berbuat baiklah.

Tidak apa-apa untuk merasa tersesat  

Kenyataannya adalah, seseorang tidak pernah berutang pada dirinya yang dulu, tapi dia berutang pada dirinya yang sekarang.

Ketika masih muda, mungkin kita sering berpikir bahwa kehilangan adalah sesuatu yang memalukan. Padahal, kehilangan sebenarnya adalah perjalanan hidup yang normal. Karena hidup bukannlah sebuah garis lurus yang bergerak dari A ke B, melainkan sebuah kanvas yang terdiri dari lingkaran dan gelombang, naik turun, naik turun, dan naik turun.

Inilah perjalanan hidup manusia untuk menemukan dirinya dan penciptanya. Kita mewarnainya dengan begitu banyak warna dan kemudian menggoresnya kembali dengan warna lain. Hidup itu transformatif.

Jadi merasa tersesat itu manusiawi. Meskipun di sekeliling kita terlihat saling memiliki atau selalu bersama, jika dilihat lebih dalam lagi, sebenarnya semua itu adalah sebuah perjuangan untuk hidup pada jalurnya yang benar.

Contohnya, setiap pengusaha akan terus berusaha agar jangkauannya lebih luas dan semakin banyak pelanggan. Setiap pasangan pun akan terus berusaha agar hubungan mereka harmonis. Begitu pula dengan setiap orang tua, mereka akan terus berusaha menjadi orang tua terbaik bagi anak-anaknya.

Perasaan tersesat adalah tanda manusia berkembang secara mental. Artinya hal-hal yang dulu kita hargai, ternyata sekarang bukan lagi hal yang penting. Kenapa bisa begitu? Karena sekarang bukan diri kita yang muda dulu.

Saat kita masih kecil, tujuannya adalah menjadi orang dewasa. Namun seiring berjalannya waktu, dan pengalaman, cara pandang kita berubah. Kita tidak bertanggung jawab atas diri kita yang dulu.

Sekarang adalah waktunya bertanggung jawab atas kedewasaan yang kita inginkan saat ini. Makanya tidak apa-apa untuk merasa tersesat dan merasa tidak mengerti apa yang terjadi sekarang dalam hidup ini. Kita tidak diharapkan untuk mengetahui semuanya, karena inilah proses perjalanan hidup.

Yang penting, jangan gunakan masa tersesat itu sebagai pembenaran, tapi berusahalah untuk melakukan perubahan daripada terlena dalam pikiran.    

Bertindak lebih jelas daripada terjebak dalam pikiran

Jangan hanya berpikir tanpa melakukan apa pun. Tapi segera lakukan sesuatu untuk mencapai kehidupan yang baru. Bagaimana caranya? Kuatkan tekad dan segera bertindak untuk mewujudkannya!

Karena dengan mulai berjalan, artinya kita akan belajar untuk memperbaiki dan mengembangkan diri. Inilah pengalaman hidup yang sesungguhnya. Untuk itu, yang dibutuhkan adalah “ke mana harus melangkah” bukan “bagaimana.”

Saat mulai berjalan, percaya pada prosesnya maka jalan keluar itu akan terbuka lebar. Karenanya, kita tidak bisa terus memirkan jalan menuju kehidupan baru, tapi mulailah berjalan menuju perubahan.

Mengejar kebahagiaan

Analoginya seperti ini, kebahagiaan itu bukan pulau surga yang harus dikejar. Kebahagiaan adalah bunga mawar yang dibawa terus kemana kaki kita melangkah. Dan hanya kita yang memutuskan, bunga mawar itu disiram setiap pagi atau tidak saat bangun tidur.

Kebahagiaan dan kesejahteraan tidak ada hubungannya dengan apa yang sudah dilakukan, seberapa jauh perjalanan yang telah dilalui, atau apa yang akan terjadi selanjutnya. Tapi kebahagiaan dan kesejahteraan itu berkaitan dengan seberapa ikhlas kita menerima dan puas dengan semua yang ada saat ini.

Seperti yang dikatakan seorang biksu Budha Zen, Thich Nhat Hanh, “Tidak ada jalan menuju kebahagiaan, karena kebahagiaan adalah jalannya.” Jika tidak pernah menghargai proses hidup dan terus-menerus mengejar impian besar yang sulit dipahami, maka kita tidak akan pernah bisa menghargai diri sendiri, apalagi merasa puas dengan hidup yang telah dimiliki.

Nggak perlu banyak cara untuk merasa bahagia, tapi berlatihlah untuk membangun sebuah kesadaran.

Buat catatan apa saja yang bisa kita syukuri setiap pagi, terima apa pun yang terjadi dan lakukan sesuatu yang menyenangkan hati. Inilah salah satu cara paling mudah agar hidup lebih bahagia.

**

Catatan: Artikel ini merupakan storytelling kehidupan inspiratif yang  ditulis oleh Omar Itani, seorang penulis kreatif yang fokus menulis tentang bagaimana menikmati hidup lebih bijak dan bermakna, membangun potensi diri secara maksimal, dan berupaya menggapai kebahagiaan yang hakiki dengan menyelipkan kebijakan-kebijakan sarat psikologi dan filsafat hidup penuh makna.

 

Sumber:

https://www.omaritani.com/blog/35-life-lessons

0 Komentar :

Belum ada komentar.